Cari Blog Ini

Minggu, 18 September 2011

Koloni Rayap dan Sistem Pertahanan Kimiawi

Rayap merupakan makhluk kecil menyerupai semut yang hidup dalam kelompok (koloni) yang ramai. Mereka membangun sarang menakjubkan yang menjulang tinggi di atas permukaan tanah, sehingga merupakan sebuah keajaiban tersendiri dalam gaya bangunannya. Yang lebih mengejutkan lagi adalah para pembuat bangunan tinggi megah itu adalah rayap pekerja, yang benar-benar buta.

Bentuk bangunan sarang rayap menunjukkan sistem yang rumitnya luar biasa. Ada satuan-satuan prajurit khusus dalam kelompok rayap yang bertanggung jawab dalam hal pertahanan. Rayap prajurit juga dilengkapi dengan persenjataan berat yang mengagumkan. Jika beberapa rayap bertugas sebagai prajurit perang, yang lain menjadi rayap patroli, sedang lainnya lagi menjadi “pasukan khusus berani mati”. Dari penjagaan ratu yang mengerami telur hingga pembangunan terowongan dan dinding-dinding atau memanen jamur yang mereka semaikan, setiap tugas di dalam sarang rayap tergantung pada ketangguhan prajurit dalam bertahan.

Kelangsungan hidup kelompok tergantung pada keberadaan raja dan ratu rayap yang melakukan tugas perkembangbiakan. Ratu rayap membesar sejak pembuahan pertama. Panjangnya dapat mencapai 3,5 inci (9 sentimeter), dan terlihat layaknya sebuah mesin perkembangbiakan. Ia tidak dapat bergerak dengan mudah. Karena ia tidak dapat melakukan apa pun kecuali bertelur, ada petugas khusus yang hanya bertugas merawatnya dengan memberi makan dan membersihkannya. Ia bertelur sebanyak tiga puluh ribu telur per hari, yang berarti hampir sepuluh juta telur sepanjang hidupnya.
Karena mandul, rayap pekerja bertugas mengurus rumah tangga kelompok. Jangka waktu kehidupannya mulai dari dua hingga empat tahun. Kelompok tertentu membangun dan menjaga sarang rayap. Sisanya mengawasi telur, rayap yang baru menetas, dan sang ratu.
Seluruh anggota kelompok tinggal bersama dalam masyarakat yang teratur. Anggota masyarakat ini berkomunikasi melalui indera seperti penciuman dan perasa, tempat sinyal kimiawi saling bertukar. Makhluk yang tuli, bisu dan buta ini bekerja dan saling bekerja sama dalam melakukan tugas-tugas yang rumit seperti membangun sarang, berburu, menguntit buruan, memberi peringatan, dan manuver pertahanan, dengan menggunakan sinyal-sinyal kimiawi.
Musuh terbesar rayap adalah kelompok semut dan hewan pemakan semut. Ketika suatu kelompok rayap mendapat serangan dari pemangsa itu, suatu senjata bunuh diri khusus dilancarkan. Rayap-rayap Afrika adalah prajurit tangguh yang dilengkapi dengan gigi setajam silet. Mereka menyayat tubuh penyerang hingga terpotong-potong.
Satu-satunya penghubung antara sarang rayap dengan dunia luar adalah lorong-lorong seukuran tubuh seekor rayap. Untuk melalui lorong ini setiap rayap di terowongan ini memerlukan “izin.” Rayap prajurit “penjaga” yang berada di pintu dapat dengan mudah mengenali jika penyusup ternyata adalah anggota kelompok dari penciuman mereka. Kepala seekor rayap juga bisa berguna sebagai penyumbat terowongan ini, yang ukurannya tepat sama. Jika ada serangan, rayap benar-benar menggunakan kepalanya untuk menutup lubang dengan masuk dari belakang dan terjebak di pintu-pintu masuk.

Pengorbanan Diri Rayap

Cara lain untuk mempertahankan diri yang sering digunakan rayap adalah dengan suka rela mengorbankan kehidupan mereka untuk mengamankan koloni dan mencelakai musuh. Beberapa jenis rayap melakukan serangan bunuh diri ini dengan beragam cara, contohnya, suatu jenis tertentu yang hidup di hutan hujan di Malaysia, cukup menarik dalam hal ini. Rayap-rayap tersebut seperti “bom berjalan” karena bentuk tubuh dan perilakunya. Suatu kantung khusus di tubuhnya mengandung senyawa kimiawi yang menyebabkan musuhnya lumpuh. Jika diserang, ketika dijebak dengan kasar oleh seekor semut atau penyusup lain, rayap mengecilkan otot lambungnya dan mengeluarkan jaringan getah benting, yang menjerakan sang pemangsa dengan cairan kuning kental. Rayap pekerja di Afrika dan Amerika Selatan juga menggunakan cara yang serupa. Ini benar-benar serangan bunuh diri karena alat bagian dalam makhluk ini akan rusak parah karenanya dan makhluk ini mati segera setelahnya.
Jika terjadi serangan yang dahsyat, maka rayap pekerja akan ikut bertempur untuk membantu para prajurit.
Kerjasama dalam kelompok rayap dan pengorbanan diri seperti itu menggugurkan pernyataan paling mendasar dari Darwinisme bahwa “setiap makhluk hidup untuk kepentingan pribadinya semata.” Bahkan, contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa makhluk ini diatur dengan cara yang mengagumkan. Misalnya, mengapa seekor rayap ingin menjadi penjaga? Jika ia memiliki pilihan, mengapa ia memilih tugas yang terberat yang mengorbankan dirinya? Jika saja ternyata ia dapat memilih, ia akan memilih tugas yang termudah dan paling kecil tingkat kesulitannya. Meskipun kita menganggap bahwa ia memutuskan untuk mengorbankan dirinya demi pertahanan, mustahil baginya mewariskan perilaku ini kepada keturunan selanjutnya melalui gen mereka. Kita mengetahui bahwa rayap pekerja mandul dan tidak mampu menghasilkan keturunan penerus apa pun.
Hanya Yang Menciptakan rayaplah yang telah merancang kehidupan koloni sesempurna itu dan telah menganugerahkan kepada kelompok rayap di dalamnya tanggung jawab yang berbeda-beda. Rayap penjaga pun dengan sungguh-sungguh menyelesaikan tugas yang telah Allah ilhamkan kepada mereka. AlQur’an menyatakan bahwa:

…Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya… (Surat Hud: 56)

 

Sistem Pencegah Penggumpalan

Rayap menggunakan sistem khusus yang diciptakan di dalam tubuhnya untuk melaksanakan pertahanan maupun pengorbanan diri secara alamiah. Misalnya, sejumlah rayap menyemprotkan zat kimia beracun pada luka yang ditimbulkan akibat gigitan. Ada pula yang menggunakan teknik “mengoles” yang menarik. Mereka mengoleskan racun ke tubuh musuhnya dengan menggunakan bibir atas layaknya kuas. Beberapa rayap menggunakan lem beracunnya ke arah penyerang dengan cara “menyemprot.”
Pertahanan sarang rayap merupakan tanggung jawab kelompok betina dalam jenis rayap Afrika. Rayap-rayap betina ini mandul dan merupakan tentara yang berukuran kecil jika dibanding lainnya. Pengawal keluarga raja yang berukuran lebih besar, melindungi larva lalat muda serta pasangan raja dan ratu dengan mencegah adanya penyusup yang memasuki ruang utama. Prajurit yang lebih kecil membantu rayap pekerja dalam mengumpulkan makanan dan memperbaiki sarang.
Rayap pengawal keluarga raja diciptakan untuk bertempur. Mereka memiliki kepala seperti perisai serta rahang bawah yang setajam silet, yang dirancang untuk pertahanan. Sepuluh persen dari berat tubuh prajurit utama terdiri atas cairan khusus. Cairan ini tersusun atas hidrokarbon rantai terbuka (alkena dan alkana) dan tersimpan di dalam suatu kantung yang berada di bagian depan tubuhnya. Rayap penjaga keluarga raja mengeluarkan cairan kimia ini ke dalam luka yang dibuatnya pada musuhnya dengan menggunakan rahang bawah mereka.
Apakah sesungguhnya pengaruh yang diakibatkan cairan yang disemprotkan kepada musuhnya itu? Para peneliti menemukan sebuah kenyataan yang mengherankan ketika mencari jawaban pertanyaan tersebut. Cairan yang disemprotkan oleh rayap ini bertujuan mencegah penggumpalan darah pada tubuh musuhnya. Pada tubuh semut terdapat cairan yang disebut “hemolimfa” yang berperan sebagai darah. Bila terdapat luka terbuka pada tubuhnya, maka suatu zat kimia lain memulai proses pembekuan darah dan memungkinkan luka sembuh. Cairan kimia dari rayap ini menjadikan bahan kimia pembeku darah ini tidak berfungsi.
Keberadaan sistem penggumpalan di dalam tubuh serangga mungil seperti semut ini adalah bukti lain akan adanya penciptaan. Ajaibnya, rayap tidak hanya menghasilkan cairan yang dapat melumpuhkan sistem tersebut, namun juga memiliki alat tubuh yang mampu mengantarkan cairan tersebut secara efektif. Tentunya keselarasan sempurna seperti ini tidak mungkin dijelaskan dengan peristiwa “kebetulan” dengan cara apa pun juga. Rayap tentu bukanlah ahli kimia, yang memahami seluk beluk sistem penggumpalan darah pada semut atau membuat rumusan senyawa kimia untuk melumpuhkan sistem tersebut. Rancangan tak bercacat ini tidak diragukan lagi merupakan bukti nyata yang lain bahwa makhluk ini telah diciptakan oleh Allah.

 

Senjata Rayap

Kita dapat menemukan banyak contoh serupa lain mengenai rancangan sempurna di dunia rayap. Rayap prajurit dari suatu keluarga rayap membunuh musuhnya dengan mengoleskan racun ke tubuh musuhnya. Untuk melakukannya lebih ampuh lagi, mereka dikaruniai rahang bawah yang lebih kecil serta bibir atas yang mirip kuas. Para prajurit ini juga menghasilkan sekaligus menyimpan bahan kimia anti serangga lain. Prajurit tertentu mampu menyimpan cairan pertahanan tersebut yang meliputi 35% dari berat tubuhnya, yang cukup untuk membunuh ribuan semut.
Rayap Prorhinotermes yang hidup di Florida diciptakan mempunyai teknik pengolesan racun. Mereka menggunakan bahan kimia bernama “nitroalkana” sebagai racun. Banyak rayap lain yang juga menggunakan cara ini, yang meliputi penggunaan racun, tetapi yang mengejutkan adalah bentuk kimiawi berbeda dari seluruh racun ini. Contohnya, rayap Schedorhinotermes dari Afrika menggunakan “vinil keton” sebagai racun. Rayap Guyana menggunakan “B-Ketoaldehida” sedangkan rayap Armitermes menggunakan “untaian molekul” sebagai racun dan bahan kimia yang disebut “ester” atau “laktona” sebagai senjata mereka. Seluruh racun tersebut segera bereaksi terhadap molekul makhluk hidup sehingga menyebabkan kematian.
Pada kening keluarga rayap Nasutitermitinae terdapat tonjolan menyerupai moncong pipa yang memiliki kantong khusus di dalamnya. Dalam keadaan bahaya, rayap membidikkan moncong pipa ini ke arah musuh dan menyemprotkan cairan beracun. Senjata ini bekerja layaknya sebuah meriam kimia.41
Menurut teori evolusi, kita harus menerima anggapan bahwa “rayap purba” tidak memiliki sistem yang menghasilkan senyawa kimiawi di dalam tubuhnya dan bahwa hal itu kemudian akan terbentuk dengan sendirinya melalui serangkaian peristiwa kebetulan. Padahal jelas, anggapan tersebut sangat tidak masuk akal. Agar sistem senjata beracun tersebut bekerja dengan baik, tidak hanya zat kimia itu sendiri, melainkan juga alat-alat tubuh yang menangani senyawa kimia ini perlu bekerja secara sempurna. Selain itu, alat-alat ini harus terpisah dengan cukup baik sehingga tidak ada racun yang tersemprot di dalam tubuhnya sendiri. Kantung penyemprot juga harus terbentuk dengan baik dan dipisahkan pula. Pipa penyemprot selanjutnya membutuhkan sistem penggerak yang didorong oleh otot-otot terpisah.
Semua alat-alat tubuh tersebut tidak mungkin telah terbentuk dalam proses evolusi seiring perjalanan waktu mengingat kurangnya satu bagian saja akan menyebabkan keseluruhan sistem tidak bisa digunakan, sehingga menyebabkan punahnya rayap. Oleh karena itu, satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah: “sistem senjata kimia” tersebut telah diciptakan sekaligus pada saat yang sama. Dan ini membuktikan bahwa ada “perancangan” secara sengaja di seluruh hal tersebut, yang disebut “penciptaan.” Sebagaimana semua makhluk lain di alam, rayap juga telah diciptakan seketika. Allah, Penguasa Alam Raya, menciptakan pusat penghasil racun di dalam tubuh mereka dan mengilhami mereka cara terbaik untuk menggunakan kemampuan ini. Hal ini diterangkan dalam sebuah ayat sebagai berikut:

Dialah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-Nama yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana (Surat Al Hasyr: 24)

Dikutip dari:
Keajaiban Desain di Alam / Yahya Harun; alih bahasa, Fajariska… (at al.); editor, Catur Sri Herwanto. – Jakarta :  Flobal Cipta Publishing, 2002
Judul asli: Design in Nature
ISBN 979-96943-1-0

Judul Asli:
Design in Nature
Penulis :
Harun Yahya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar